Blogger Widgets

Senin, 18 Februari 2013

Persyaratan Pendaftaran Akademi Kepolisian

PERSYARATAN PENDAFTARAN AKADEMI KEPOLISIAN (AKPOL)
Pendaftaran Akpol 2011 akan dibuka dan secara resmi pendaftaran Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) perkiraan bulan Juni dan Juli melalui Polda seluruh Indonesia. Bagi Anda yang mempunyai ijazah SMA/SMU/MA jurusan IPA dan IPS bisa langsung mendaftarkan diri untuk bergabung.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi bagi calon Mahasiswa Baru di Akademi Kepolisian 2011 adalah:
I. Persyaratan Umum
a. Warga Negara Indonesia (Pria atau Wanita)
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Setia kepada Negara Kesatuan Nesatuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
d. sehat jasmani dan rohani (surat keterangan dari institusi kesehatan);
e. tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan;
f. berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;
g. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan bersedia ditugaskan pada semua bidang tugas kepolisian.
II. Persyaratan Khusus
a. berijazah SMA/SMU/MA jurusan IPA/IPS dengan nilai rata-rata HUAN min 6,5 untuk jurusan IPA dan 7 untuk jurasan IPS;
b. bagi calon yang mempunyai visus mata maks -1 (min 1) dan dapat dikoreksi menjadi normal, menggunakan HUAN rata-rata min 6,7 untuk jurusan IPA dan 7,25 untuk jurusan IPS;
c. bagi lulusan tahun 2011 (masih kelas 3) menggunakan nilai rata-rata rapor kelas 3 smester 1 min 7 jurusan IPA dan 7,25 jurusan IPS, yang disahkan oleh Kepala Sekolah dan selanjutnya menggunakan surat tanda kelulusan dengan kriteria “lulus”;
d. bagi Brigadir Polri yang telah mempunyai masa dina 2(dua) tahun terhitung masa magang dan harus berijazah SMA/SMU/MA JURUSAN IPA/IPS dengan krateria nilai sesuai butir a diatas;
e. pada saat pembukaan pendidikan tgl 19 Agustus 2011 usia min 16 (enam belas) tahun dan maksimal bagi yang berijazah;
1) SMA/SMU/MA : 21 (dua puluh satu) tahun;
2) Brigadir Polisi : 21 (dua puluh satu) tahun;
3) Sarjana : 22 (dua puluh dua) tahun.
tinggi badan minimal (dengan berat badan seimbang menurut ketentuan yang berlaku):
1) pria : 163 (seratus enam puluh tiga) cm
2) wanita : 160 (seratus enam puluh) cm
f. belum pernah nikah dan sanggup tidak nikah selama dalam pendidikan pembentukan;
g. berseda menjalani IDP (Ikatan Dinas Pertama) selama 10 (sepuluh) tahun terhitung mulai saat diangkat menjadi Inspektur Polisi;
h. memperoleh persetujuan dari orang tua/wal bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
i. tidak terikat perjanjian ikatan dinas dengan instalasi lain;
j. telah berdomisili di wilaah Polda pendaftaran minimal 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan KTP setempat dan KK, bagi yang sedang menempuh pendidikan dan lulus belum 1 (tahun) dibuktikan dengan raport/ijazah dari sekolah yang berada di wilayah Polda pendaftaran.
k. bagi yang sudah bekerja secara tetap sebagai pegawai/karyawan/anggota Polri;
1) mendapat persetujuan/rekomendasi dari Kepala Jawatan/instalasi/satker yang bersangkutan.
2) bersedia diberhentikan dari status pegawai/karyawan/anggota Polri, bila diterima dan mengikuti pendidikan pembentukan Taruna Akpol;
3)khusus anggota polri
a) pada saat mendaftar telah memiliki masa dina 2 (dua) tahun (bagi Brigpol dihitung setelah magang);
b)penilaian kinerja/daftar penilaian (Dapen) dengan ilai min 75 (tujuh puluh lima)
c) Surat Keterangan Hasil Penilaian (SKHP) dari yang berwenang.
i. harus mengikuti dan lulus Rik/Uji yang meliputi:
1) tingkat panda:
a) pemeriksaan administrasi awal;
b) pemeriksaan kesehatan I
c) pemeriksaan psikologi;
d) pemeriksaan akademik;
e) pemeriksaan kesehatan II;
f) pemeriksaan dan pengujian jasmani;
g) pemeriksaan administrasi akhir;
h) pengumuman kelulusan sementara.
2) tingkat pusat:
a) pemeriksaan administrasi;
b) pemeriksaan kesehatan;
c) pemeriksaan psikologi;
d) pemeriksaan akademik;
e) pemeriksaan dan pengujian jasmani;
f) sidang penetapan kelulusan.
Pendaftaran Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) tidak dipungut biaya, dan untuk informasi selenkapnya dapat diperoleh di Biro Personil Polda/Polwil/Polres setempat, atau anda juga bisa mengunjungi situs Polri di http://www.polri.go.id atau lihat syarat-syarat pendaftaran Akpol 2011 dengan disini: http://www.polri.go.id/images/dat_penerimaan/20100330090918.gif

Analisa Masalah Kasus Lampung: Hubungan Antar Suku Bangsa

I. Kronologi

Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali.

Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung Selatan antara sepeda ontel yang dikendarai oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An. Nurdiana Dewi, 17 tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan).

Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan pertolongan terhadap Nurdiana Dewi dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang dada Nurdiana Dewi dan Eni sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul sebanyak + 500 orang di pasar patok melakukan penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa Bali Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-obatan pertanian dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta.

Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 01.00 WIB, masa dari warga suku Lampung berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan pembakaran rumah milik Sdr Wayan Diase. Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.

Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia masing-masing bernama: Yahya Bin Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka robek pada bagian kepala terkena senjata tajam, Marhadan Bin Syamsi Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada leher dan paha kiri kanan dan Alwi Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima) orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam dan senapan angin masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok pada punggung, tusuk perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33 tahun, Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian paha sebelah kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun, Swasta, (warga Lampung) luka Tembak Senapan Angin di bagian betis sebelah kiri.

II. ANALISA KASUS


Dilihat dari akar penyebabnya, kasus Lampung—dalam batas-batas tertentu— dapat dikatakan bersifat klasik. Di dalamnya melibatkan tipe konflik yang bernuansa primordial, yang mengingatkan kita pada konflik yang terjadi di Sampit, Sambas, Kalbar, dan sejumlah daerah pascareformasi. Meski sebagian kalangan melihat konflik antarkampung di Lampung ini tak terkait masalah etnisitas, mengabaikan faktor ini juga kurang tepat. Hal ini mengingat secara kasat mata pihak-pihak yang berkonflik memiliki keterkaitan kuat dengan kedua etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali.
Sejak kehadirannya, etnis Bali—berbeda dengan orang Jawa—dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup ”legitimasi kehadiran” masyarakat Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang eksklusif (enclave). Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan dan Lampung Utara.
Meski secara kultural sebenarnya kedua etnis itu memiliki kearifan lokal yang dapat diandalkan untuk menciptakan kerukunan dan mencegah konflik, tetapi dalam berbagai kasus konflik terlihat bahwa kearifan lokal itu seolah sirna.
Masyarakat Lampung punya kearifan lokal berupa Piil Pesenggiri (Piil), yang di dalamnya terkait soal kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan, termasuk pendatang, merupakan salah satu inti ajaran Piil itu. Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal IkaTatwam Asi (kamu adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti penting hidup berdampingan secara damai.
Situasi di Lampung ini cerminan bahwa nilai-nilai kearifan lokal makin terpinggirkan. Setidaknya mengalami pergeseran makna. Konsep Piil, misalnya, mengalami penyempitan makna sekadar membela harga diri. Alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah ”kehormatan diri” justru jadi alasan pembenaran untuk menempuh cara apa pun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri. Sementara respons dari kalangan Bali menunjukkan bahwa nilai-nilai kedamaian dan toleransi yang dianut juga tidak mampu bekerja dengan sempurna.
Tentu saja, persoalan primordial ini tidak berdiri sendirian. Dalam kasus Lampung, persoalan ini berkelindan dengan kenyataan adanya disparitas ekonomi, yang bagi sementara kalangan sudah makin terlihat nyata. Kaum pendatang, terutama Bali, merupakan komunitas yang cukup sejahtera, sementara etnis Lampung tidak cukup baik kondisinya sebagai ”tuan rumah”. Di sini, persoalan klasik kecemburuan sosial antara ”pribumi” dengan ”pendatang” telah cukup membutakan akal sehat dan menjadi rumput kering yang berpotensi membara manakala menemukan pemantiknya.

III. KESIMPULAN dan SARAN

Lepas dari itu, kasus kerusuhan Lampung ini sebenarnya dapat segera tertanggulangi dengan baik jika aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian, dapat memainkan peran yang lebih signifikan. Sebagai institusi yang menetapkan peran preventif (pencegahan) sebagai bagian tugas pokoknya, kepolisian seharusnya sejak dini dapat mendeteksi dan mengantisipasi potensi apa yang akan terjadi ke depan.
Dengan sederet institusi pelengkap untuk mendeteksi segenap potensi negatif yang ada di masyarakat, kepolisian jelas salah satu institusi yang seharusnya dapat memimpin dalam soal-soal yang terkait dengan keresahan masyarakat. Apalagi kenyataan bahwa kasus Lampung terakhir ini bukanlah kasus yang benar-benar baru sebab memiliki preseden di awal tahun ini yang cukup terang benderang.
Namun, justru di sinilah letak persoalan lain dari kasus Lampung—juga berbagai kasus konflik horizontal akar rumput lainnya—di mana peran aparat keamanan terlihat demikian kedodoran. Dengan demikian, tidak aneh jika kemudian masyarakat mempertanyakan kualitas SDM, efektivitas strategi atau bahkan komitmen dari aparat keamanan kita.
Persoalan lain adalah sikap pemerintah, khususnya pemerintah daerah, yang masih memercayakan kemampuan masyarakat dan tokoh-tokohnya dalam menyelesaikan persoalan konflik secara mandiri. Dalam hal ini resolusi konflik sebenarnya belum terlembaga secara memadai. Untuk itu, diperlukan upaya membentuk dan merevitalisasi lembaga-lembaga, baik adat maupun pemerintahan, yang terkait dengan persoalan primordial itu secara lebih serius. Tujuan utamanya jelas agar potensi konflik yang melibatkan unsur etnis dapat menemukan jalur penyelesaian secara lebih cepat, berkeadilan, dan komprehensif.
Solusi jangka pendek adalah segera menyelesaikan persoalan itu secara tepat, dengan sesedikit mungkin menimbulkan resistensi dari kalangan yang terlibat. Di sini diperlukan kerja sama banyak pihak. Tidak saja dari kalangan masyarakat, tokoh-tokoh, ataupun ormas, tetapi juga aparat dan pemerintah, termasuk pengadilan. Dalam perspektif manajemen resolusi konflik pihak ketiga, dalam hal ini pengadilan atau institusi yang dipercaya dapat memainkan peran itu, memainkan peran yang amat krusial. Kegagalan pada level ini kerap akan cenderung memberikan preseden negatif dan memperburuk situasi.
Dalam konteks jangka menengah, solusi yang mungkin adalah memperbaiki kinerja dan profesionalisme aparat keamanan agar dapat lebih sensitif dan efektif mencegah serta menyelesaikan rangkaian konflik sejak dini. Dibutuhkan pula sebuah desain besar dan pelembagaan pencegahan dan penyelesaian konflik yang lebih kontekstual dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dan masyarakat di dalamnya.
Dalam konteks jangka panjang, jelaslah bahwa persoalan segregasi primordial dan disparitas ekonomi yang selalu jadi biang keladi kemunculan konflik harus dapat direduksi semaksimal mungkin.




Minggu, 17 Februari 2013

Tugas Uji Banding


1.Ujilah apakah masing masing kelas mencapai standar kelulusan 75?
T-Test



[DataSet0] 

One-Sample Statistics

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kelasA
14
64.5714
5.16965
1.38165
kelasB
14
82.1429
6.49091
1.73477
kelasC
14
76.3571
3.31911
.88707


One-Sample Test

Test Value = 75                                     

t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference

Lower
Upper
kelasA
-7.548
13
.000
-10.42857
-13.4134
-7.4437
kelasB
4.117
13
.001
7.14286
3.3951
10.8906
kelasC
1.530
13
.150
1.35714
-.5593
3.2735

Ho : µ = 75 (rataan sampel sama dengan test value=75)
Ho : µ ≠ 75 (rataan sampel tidak sama dengan test value=75)
Dengan menggunakan α 5% dari tabel diatas untuk kelas A dan B yang mana sig(2-tailed) nilai nya 0.000 dan 0.001 lebih kecil dari 0.005 artinya untuk kelas A dan B prestasi belajar tidak memenuhi test value = 75
Dengan menggunakan α 5% dari tabel diatas untuk kelas c yang mana sig.(2-tailed) nilainya  0,150 lebih besar dari 0,05 artinya untuk kelas c prestasi belajar memenuhit test value = 75.















2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara kelas A dengan kelas B?
T-Test



[DataSet0] 

Group Statistics

kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kelasA
1
7
66.2857
3.14718
1.18952
2
7
62.8571
6.41427
2.42437
kelasB
1
7
82.0000
6.63325
2.50713
2
7
82.2857
6.87300
2.59775


Independent Samples Test


Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means


F
Sig.
T
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference


Lower
Upper
kelasA
Equal variances assumed
1.257
.284
1.270
12
.228
3.42857
2.70047
-2.45524
9.31238
Equal variances not assumed


1.270
8.731
.237
3.42857
2.70047
-2.70916
9.56630
kelasB
Equal variances assumed
.622
.445
-.079
12
.938
-.28571
3.61027
-8.15181
7.58038
Equal variances not assumed


-.079
11.985
.938
-.28571
3.61027
-8.15291
7.58148

Ho : µ1=µ2 (rataan kedua variabel sama)
Hi : µ1≠µ2 (rataan kedua variabel tidak sama)

Dari tabel diatas dengan menggunakan α 5%  yang mana sig.(2.tailed) nilainya lebih besar 0,05 dan ini berarti rataan kedua variabel sama,tidak ada perbedaan antara kedua variabel.










3. Ujilah secara bersama-sama perbandingan ketiga kelas tersebut!
Oneway


[DataSet0]
Descriptives


N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum


Lower Bound
Upper Bound
kelasA
1
7
66.2857
3.14718
1.18952
63.3751
69.1964
60.00
68.00
2
7
62.8571
6.41427
2.42437
56.9249
68.7894
56.00
76.00
Total
14
64.5714
5.16965
1.38165
61.5866
67.5563
56.00
76.00
kelasB
1
7
82.0000
6.63325
2.50713
75.8653
88.1347
76.00
96.00
2
7
82.2857
6.87300
2.59775
75.9293
88.6422
76.00
92.00
Total
14
82.1429
6.49091
1.73477
78.3951
85.8906
76.00
96.00
kelasC
1
7
75.7143
4.38613
1.65780
71.6578
79.7708
69.00
82.00
2
7
77.0000
1.91485
.72375
75.2291
78.7709
75.00
79.00
Total
14
76.3571
3.31911
.88707
74.4407
78.2735
69.00
82.00


ANOVA


Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
kelasA
Between Groups
41.143
1
41.143
1.612
.228
Within Groups
306.286
12
25.524


Total
347.429
13



kelasB
Between Groups
.286
1
.286
.006
.938
Within Groups
547.429
12
45.619


Total
547.714
13



kelasC
Between Groups
5.786
1
5.786
.505
.491
Within Groups
137.429
12
11.452


Total
143.214
13




Ho : µ1=0 (semua data  sama dengan rataan)
Hi : µ1≠0 (ada data yang tidak sama dengan rataan)

Dari tabel anova nilai sig nya lebih besar dari 0,05. Ho diterima. Berarti semua rataan sama yang artinya tidak ada data yang berbeda dari rataan


Copyright © 2011 Template Doctor . Designed by Malith Madushanka - Cool Blogger Tutorials | Code by CBT | Images by by HQ Wallpapers